12 Jan 2016

ibuk, oleh Iwan Setyawan





Judul: ibuk,
Penulis: Iwan Setyawan
Editor: Mirna Yulistianti
Proof Reader: Dwi Ayu Ningrum
Ilustrasi dan desain sampul: Itjuk Rahay
Setter: Ayu Lestari
Cetakan pertama, Juni 2012
Diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman: 293 hal + xi
ISBN: 978-979-22-8568-0
Genre: Novel, Fiksi, Indonesian Literature, Family, True Story, Drama, Inspirational
Status: Punya. Beli seken di tante Selebvi keknya



"Seperti sepatumu ini, Nduk. Kadang kita mesti berpijak dengan sesuatu yang tak sempurna. Tapi kamu mesti kuat. Buatlah pijakanmu kuat."
-Ibuk-

Masih belia usia Tinah saat itu. Suatu pagi di Pasar Batu telah mengubah hidupnya. Sim, seorang kenek angkot, seorang playboy pasar yang berambut selalu klimis dan bersandal jepit, hadir dalam hidup Tinah lewat sebuah tatapan mata. Keduanya menikah, mereka pun menjadi Ibuk dan Bapak.

Lima anak terlahir sebagai buah cinta. Hidup yang semakin meriah juga semakin penuh perjuangan. Angkot yang sering rusak, rumah mungil yang bocor di kala hujan, biaya pendidikan anak-anak yang besar, dan pernak-pernik permasalahan kehidupan dihadapi Ibuk dengan tabah. Air matanya membuat garis-garis hidup semakin indah.

ibuk, novel karya penulis national best seller Iwan Setyawan, berkisah tentang sebuah pesta kehidupan yang dipimpin oleh seorang perempuan sederhana yang perkasa. Tentang sosok perempuan bening dan hijau seperti pepohonan yang menutupi kegersangan, yang memberi napas bagi kehidupan. 



Halo, Kakak Ilman dan Adik Zaidan...

Sakit itu bikin segala nggak enak, ya. Males ngapa-ngapain. Haha. Sakit selama dua minggu sebelum tahun baru trus balik lagi kena flu berat itu sungguh mengganggu!

Untungnya, bacanya nggak kena males. Walau kecepatan baca masih seperti siput, sakit kepala dan running nose nggak menghalangi buat balik halaman berikutnya. Dan masih aja nekat duet nyanyi di Smule, dong! Hahahahaha. Kedengeran banget lah, melernya :P

Oke. Sekarang kita ngomongin buku ini. Beberapa tahun lalu, sekitar tahun 2013 waktu pertama kalinya Bunda ikutan Secret Santa, Bunda beli buku ini untuk hadiah target Bunda. Saat itu sih nggak tertarik buat beli untuk diri sendiri.

Beberapa waktu kemudian, waktu lihat banyak yang mereview buku ini, akhirnya jadi pengen baca juga. Tapi masih belum tergerak buat beli sampai tante Selvi jual buku ini bareng buku Pintu Harmonika dan beberapa buku lainnya. ibuk, ini jadi salah satu pilihan Bunda kemudian. Berhasil menarik perhatian papa, jadi dia yang baca duluan. Hihihi.

ibuk, bercerita tentang seorang Tinah muda yang harus putus sekolah di masa muda, lalu ikut mbahnya, Mbok Pah, berjualan pakaian bekas. Banyak yang menyukai Tinah, karena kesederhanaannya, kecantikannya juga. Di sebelah kios Mbok Pah, ada kios yang berjualan tempe. Pemuda penjual tempe itu kerap memberikan tempe pada Tinah, sebagai wujud rasa sukanya kepada Tinah.

Dari banyak pemuda yang tertarik pada Tinah, hanya Sim-lah yang membuat jantung Tinah berdegup. Sim adalah seorang kenek playboy yang menjaga penampilan. Walau seadanya, dia nggak berpenampilan lusuh seperti umumnya kenek. Justru dia tampil klimis dan rapi. Singkat cerita, Tinah dan Sim saling jatuh cinta, lalu menikah.

Apakah cinta sesederhana itu?

Cerita ibuk, ini menggambarkan bahwa "happily ever after the end" itu nggak seindah cuma senang-senang tanpa keluh kesah, rasa susah, dan lain-lain. Penceritaan ibuk, diambil dari sisi Bayek, anak Ibuk nomer tiga. Satu-satunya lelaki.

Suatu ketika, Bayek pernah "mati suri". Nggak sakit, tertidur lama, tapi nggak bernapas. Namun detak jantung ada. Hal ini membuat Ibuk sangat cemas. Bayek juga pernah "diramalkan" akan menjadi orang yang membahagiakan Ibuk. 

Ibuk adalah sosok seorang perempuan hebat yang perkasa, jauh dari manja. Ibuk mampu mengurus suami dan kelima anaknya dengan tangannya sendiri.

Awal baca buku ini sebenernya emosinya datar, tapi lumayan bisa dinikmati. Ibarat baca diary orang. Namun, ketika membaca penuturan perjuangan Ibuk, di saat Bapak mengeluh angkot bolak balik mogok, anak-anak rewel karena sudah waktunya bayar SPP, rapor Bayek harus tertahan tidak dibagikan disebabkan belum bayar SPP dan kalender (nggak abis pikir, kenapa diwajibkan beli kalender, ya?), sepatu semua anak jebol berbarengan, Ibuk harus ngutang dan cicil sana sini juga mengatur keuangan seadanya dan memutar otak supaya semua bisa kebagian, nggak kerasa air mata Bunda mengalir.

Ibuk berjuang membesarkan hati Bapak juga kelima anaknya. Ibuk mengajarkan kesederhanaan pada anak-anaknya. Ibuk juga mengajarkan anak-anaknya untuk punya pijakan yang kuat. Ibuk menumbuhkan kasih sayang di hati anak-anaknya. Ibuk yang punya tekad kuat supaya semua anaknya menyelesaikan sekolah, apapun yang menjadi rintangannya.

Ingatan Bunda kembali ke masa Bunda masih SD. Waktu itu, YangKung lagi belum ada kerjaan, karena banyak proyek yang sebetulnya sudah kelar, tapi pembayaran masih tersendat. Jadi, mau ngerjain pekerjaan berikutnya belum ada modal, disebabkan dari hasil pekerjaan sebelumnya belum
dapat bayaran. YangKung dulu berprofesi sebagai arsitek dan pembuat maket (miniatur gedung). Dibayarnya per proyek selesai. Jangankan untuk beli bahan-bahan maket, untuk makan sehari-hari aja udah abis bis bis.

Hari itu, Bunda pulang sekolah, mendapati YangTi sedang duduk di ruang tengah. Menunggu YangKung. YangTi membelai rambut Bunda dan bilang, "kita belum bisa makan dulu. Belum ada uang untuk beli beras. Tunggu Bapak, ya. Mudah-mudahan, ada yang mau bayar, walau baru sepuluh ribu saja". Saat itu, nilai sepuluh ribu rupiah mungkin sama dengan seratur ribu rupiah saat ini. Bunda duduk berdua YangTi. YangKung rupanya sudah berangkat dari pagi, nagih-nagih ke klien kayaknya. Pulang-pulang, beneran bawa uang selembar sepuluh ribu rupiah. YangTi langsung ke pasar untuk beli beras dan beberapa lauk.

Mungkin karena pernah ngalamin cerita sejenis, pas Papa bilang, "ceritanya nggak ada emosinya", Bunda malah punya perasaan yang berbeda. Bunda sempet baper juga, karena memang pernah mengalami hal serupa dengan Bayek. Papa juga pernah ngalamin hal serupa, kok :D

Bersyukurlah kalian yang nggak ngalamin masa susah ketika kecil dan semoga nggak membuat kalian mati rasa melihat orang lain yang lebih susah dari kalian.

Kalimat-kalimat yang ditulis Iwan Setyawan ini sederhana dan mengena, mengalir juga. Walau "status" bukunya novel, tapi jadi kayak baca semi biografi. Yang agak "kurang" sebenernya saat ada hal-hal yang bisa diungkapkan secara emosional, keluarnya jadi datar. Terus terang agak geregetan jadinya. Namun di beberapa bagian emang ada juga penuturan yang bisa hit my nerve lalu nggak kerasa bikin meleleh. 

Mestinya sontreknya masih A Song for Mama juga, nih. Heuheu.


Sayangnya kurang ditunjang sampul yang mestinya bikin adem (Bunda kurang tertarik dengan sampulnya, ke-rame-an) plus banyak penuturan yang emosinya nggak keluar hingga terasa agak datar, Bunda tetep kasih bintang empat untuk Ibuk yang hebat dan menginspirasi semua ibu di dunia agar tidak menjadi ibu dan istri yang cengeng dalam mengantarkan anak-anaknya menjadi anak yang hebat! :D

Semoga Bunda bisa jadi Ibuk yang baik buat kalian berdua! Aamiin...

Cheers and love! xoxo,





1 komentar:

tirimikisih udah ninggalin komen di sini... *\(^0^)/*